Kamis, 26 Maret 2015

Kali ini saya akan memberikan resep masakan tradisionalkhas Aceh. Menjelang Hari Raya Idul Adha banyak orang yang susah mengelola daging kambing, seperti misalnya bagaimana menghasilkan sate kambing yang lezat dan nikmat. Sate Matang khas Banda Aceh merupakan salah satu makanan yang menggunakan bahan dasar daging kambing. Kuliner yang satu ini sudah terkenal di provinsi ujung barat Indonesia ini. Baiklah, tak perlu berlama-lama lagi berikut Resep Sate Matang Khas Aceh:
Sate Matang Khas Aceh

 Resep Sate Matang Khas Aceh

Bahan Membuat Sate Matang:
  • 300 gram daging kambing (untuk 3 porsi)
Bumbu Bakar Sate
  • 1 sdt ketumbar
  • 1 butir bawang putih
  • 1 butir bawang merah
  • 1 batang serai
  • 1 ruas jari jahe
  • 1 ruas lengkuas
  • 2 cm kunyit
  • 2 butir kemiri
  • Garam secukupnya
  • Gula merah secukupnya
Bumbu Kacang
  • 2 ons kacang tanah, goreng lalu haluskan
  • 1 butir bawang putih untuk menumis
  • 2 lembar daun salam
  • 1 lembar daun jeruk purut
  • 2 lembar daun pandan
  • 1 batang kecil serai
  • 1 batang kayu manis
  • 2 ons cabe kering
  • 500 ml santan
  • 1 sdm gula putih
  • Gula merah sedikit saja
Cara memasak sate matang
  1. Haluskan bumbu
  2. Tumis bawang putih, masukkan haluskan bumbu dan daging sebentar aja sampai bumbu meresap
  3. Angkat, susun daging ditusuk sate, lalu bakar
  4. Angkat dan tuang dengan bumbu kacang yang telah dihaluskan
Cara membuat sambal kacang
  1. Haluskan semua bumbu kecuali daun salam, serai dan kayu manis dan masukkan kacang yang sudah dihaluskan.
  2. Tambah santan sedikit demi sedikit, sesuaikan selera.
ini kan membuat varian kuliner pada Hari Raya Idul Adha di tempat Anda makin spesial, apalagi menu ini dinikmati oleh keluarga tersayang pasti akan menambah keharmonisan di tengah keluarga pada momen Hari Raya ini. 
Selamat mencoba yah !

Minggu, 21 September 2014

MANAJEMEN OPERASI

Senin,22 September 2014

STRATEGI TATA LETAK


Tata letak adalah suatu keputusan penting yang menentukan efisiensi operasi secara jangka panjang. Tata letak memiliki banyak dampak strategis karena tata letak menentukan daya saing perusahaan dalam hal kapasitas, proses, fleksibelitas, biaya, kualitas lingkungan kerja, kontak dengan pelanggan dan citra perusahaan. Tata letak yang efektif akan dapat menunjang pelaksanaan strategi bisnis yang telah ditetapkan perusahaan apakah diferensiasi, low cost atau respon yang cepat. Hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan desain tata letak adalah :
Utilisasi ruang, peralatan, dan orang yang lebih tinggi
Aliran informasi, barang atau orang yang lebih baik
Modal karyawan yang lebih baik, juga kondisi lingkungan kerja yang lebih aman
Interaksi dengan pelanggan/klien yang lebih baik
Fleksibilitas
Untuk mendapatkan fleksibilitas dalam tata letak, para manager melatih silang karyawan, merawat peralatan, menjaga investasi tetap rendah, menempatkan sel kerja berdekatan, dan menggunakan peralatan kecil yg mudah dipindahkan.

Jenis-jenis Tata Letak

Sebuah tata letak yang efektif memfasilitasi terjadinya : aliran bahan, manusia dan informasi di dalam-atau-antar wilayah. Sebuah tata letak yang baik perlu menetapkan hal-hal berikut :

٥    Peralatan penangan bahan – Manager harus memutuskan peralatan yang akan digunakan, seperti ban berjalan, cranes, automated storage and retrieval system, juga kereta otomatis untuk mengirim dan menyimpan bahan.

٥    Kapasitas dan persyaratan luas ruang -  Desain tata letak dan penyediaan ruang hanya dapat dilakukan saat persyaratan jumlah pekerja, mesin, dan perakitan diketahui.  Seperti persyaratan ruangan persegi empat minimal berukuran 6 x 6 kaki, ditambah toilet, kantin, tangga, lift, juga pencegahan masalah keamanan, kebisingan, debu, temperature, dan ruangan peraltan dan mesin.

٥    Lingkungan hidup dan estetika – Penentuan tata letak juga membutuhkan keputusan mengenai jendela, penghijauan, dan tinggu atap untuk menyediakan aliran udara, mengurangi kebisingan, dan menyediakan keleluasaan pribadi.

٥    Aliran informasi – Penentuan tata letak harus memperhatikan kelancaran komunikasi antar divisi, misalnya jarak antar ruang, pembatas setengah badan, atau ruang kantor terpisah.

٥    Biaya pergerakan antarwilayah kerja – pertimbangkan hal hal yang berkaitan dengan pemindahan bahan dan kepentingan beberapa wilayah tertentun untuk didekatkan satu sama lain.

Terdapat enam pendekatan biasa digunakan oleh para manajer dalam menyelesaikan permasalahan tata letak, yaitu :

Tata Letak Kantor


Adalah cara mengelompokkan pekerja, perlengkapan pekerja, dan ruang dengan mempertimbangkan kenyamanan, keamanan, dan pergerakan informasi. Hal yang membedakan antar layout kantor dan pabrik adalah pada kepentingan informasi. Tata letak dan fungsi kantor terus berubah akibat perubahan teknologi. Walaupun begitu, analisis tata letak kantor masih memerlukan pendekatan berbasis tugas, korespondensi lewat kertas, kontrak, dokumen hukum, dokumen klien, naskah cetak, gambar, dan desain masih memegang peraan besar di banyak kantor.

Cara penyelesaian layout kantor adalah menggunakan analisa diagram hubungan (relationship chart). Diagram yang disiapkan untuk sebuah kantor desainer produk menyatakan kepala bidang pemasaran haruslah (1) dekat dengan wilayah desainer, (2) kurang dekat dengan sekretaris pusat, (3) tidak dekat sama sekali dengan ruang fotokopi atau departemen keuangan.

Pada layout ini ada dua kecenderungan yang perlu diperhatikan. Pertama, teknologi seperti telepon seluler, pager, fax, internet, laptop PDA menyebabkan layout perkantoran menjadi makin fleksibel dengan memindahkan informasi secara elektronik. Kedua, perusahaan modern menciptakan kebutuhan dinamis akan ruang dan jasa. Kedua macam kecenderungan ini mengakibatkan kebutuhan karyawan lebih sedikit berada di kantor.

Tata Letak Toko Eceran

Merupakan sebuah pendekatan yang berkaitan dengan aliran pengalokasian ruang dan merespon pada perilaku konsumen.  Layout ini didasarkan pada ide bahwa penjualan dan keuntungan bervariasi kepada produk yang menarik perhatian konsumen. Sehingga banyak manajer ritel mencoba untuk mempertontonkan produk kepada konsumen sebanyak mungkin. Penelitian membuktikan bahwa semakin besar produk terlihat oleh konsumen maka penjualan akan semakin tinggi dan tingkat pengembalian investasi semakin tinggi. Untuk itu manajer operasional perusahaan ritel dapat melakukan pengubahan pengaturan toko secara keseluruhan atau alokasi tempat bagi beragam produk dalam toko. Ada lima ide yang dapat dimanfaatkan dalam pengaturan toko yaitu:

Tempatkan barang-barang yang sering dibeli di sekitar batas luar toko.
Gunakan lokasi yang strategis untuk produk yang menarik dan mempunyai nilai keuntungan besar seperti kosmetika, asesories.
Distribusikan “produk kuat” yaitu yang menjadi alasan utama para pengunjung berbelanja, pada kedua sisi lorong dan letakkan secara tersebar untuk bisa dilihat lebih banyak konsumen.
Gunakan lokasi ujung lorong karena memiliki tingkat pertontonan yang tinggi
Sampaikan misi toko dengan memilih posisi yang menjadi penghentian pertama bagi konsumen.
Servicescape

Tujuan utama dari layout ini adalah “memaksimalkan keuntungan luas lantai per kaki persegi”. Disamping itu ada juga konsep yang masih diperdebatkan yaitu Biaya Penempatan (Slotting Fees) yaitu biaya yang dibayar produsen untuk menempatkan produk mereka pada rak di rantai ritel atau supermarket. Disamping itu ada juga pertimbangan-pertimbangan lain yang disebut dengan “servicescapes” yang terdiri dari tiga elemen yaitu:

Kondisi yang berkenaan dengan lingkungan, yaitu karakteristik  latar belakang seperti tingkat kebisingan, musik, pencahayaan, suhu, dan aroma.
Tata letak yang luas dan mempunyai fungsi, meliputi rencana bagian penerimaan tamu, sirkulasi jalan karyawan dan pelanggan, dan titik fokus.
Tanda-tanda, simbul dan patung yang merupakan karakteristik desain bangunan yang memiliki arti sosial
Servicescape adalah sebuah konsep yang dikembangkan oleh booming dan Bitner untuk menekankan dampak lingkungan fisik di mana suatu proses pelayanan berlangsung. Jika Anda mencoba untuk menggambarkan perbedaan pelanggan ditemui ketika memasuki cabang mengatakan seperti McDonald’s dibandingkan dengan restoran keluarga kecil, konsep servicescapes mungkin terbukti bermanfaat. Booming dan Bitner menetapkan servicescape sebagai “lingkungan di mana layanan ini berkumpul dan di mana penjual dan pelanggan berinteraksi, dikombinasikan dengan komoditas nyata bahwa kinerja atau memfasilitasi komunikasi layanan”.

Servicescape mungkin bisa disamakan dengan ‘pemandangan’. Hal ini termasuk fasilitas eksterior (lanskap, desain eksterior, signage, parkir, sekitar lingkungan) dan fasilitas interior (interior desain & dekorasi, peralatan, signage, tata letak, kualitas udara, suhu dan suasana). Servicescape bersama dengan bukti fisik lainnya seperti kartu nama, alat tulis, laporan penagihan, laporan, karyawan gaun, seragam, brosur, halaman web dan bentuk servicescape virtual yang ‘Bukti fisik’ dalam pemasaran jasa.

Tata Letak Gudang

Storage atau warehouse atau inventory adalah gudang penyimpanan untuk tempat menyimpan material baik bahan baku, barang setengah jadi maupun barang jadi yang siap dikirim ke pelanggan. Sebagian besar material disimpan di gudang di lokasi tertentu sampai material tadi diperlukan dalam proses produksi. Bentuk gudang tergantung ukuran dan kuantitas komponen dalam persediaan dan karakter sistem penanganan bahan dari produk atau kontainer yang digunakan.

Fungsi inventory

٥    Memisahkan berbagai material untuk proses produksi

٥    Menyediakan material untuk pilihan pelanggan

٥    Mengambil keuntungan diskon

٥    Menjaga pengaruh inflasi


RECEIVING & SHIPPING

Penempatan departemen penerimaan (Receiving) dan pengiriman (Shipping) berpengaruh besar terhadap aliran material. Departemen penerimaan tempat dimulainya aliran material, sedang departemen pengiriman merupakan akhir dari aliran material.

Sentralisasi departemen penerimaan dan pengiriman mempunyai beberapa keuntungan, yaitu : memaksimalakan penggunaan peralatan, memaksimalkan penggunaan personal, efisiensi ruangan, dan pengurangan biaya fasilitas.

Tujuan tata letak gudang (warehouse layout) adalah untuk menemukan titik optimal antara biaya penanganan bahan dan biaya-biaya yang berkaitan dengan luas ruang dalam gedung. Sebagai konsekuansinya adalah memaksimalkan penggunaan sumber daya (ruang) dalam gudang, yaitu memanfaatkan kapasitas secara penuh dengan biaya perawatan material rendah. Biaya penanganan bahan adalah biaya-biaya yang berkaitan dengan tranfortasi material masuk, penyimpanan, dan transformasi bahan keluar untuk dimasukkan dalam gudang. Biaya-biaya ini meliputi peralatan, orang, bahan, biaya pengawasan, asuransi, dan penyusutan. Tata letak gudang yang efektif juga meminimalkan kerusakan material dalam gudang.

Intinya gudang diharapkan berfungsi untuk memaksimalkan penggunaan sumber daya dan memaksimalkan pelayanaan terhadap pelanggan dengan sumber yang terbatas. Maka dalam perencanaan gudang dan sistem pergudangan diperlukan hal-hal berikut ini :

Memaksimalkan penggunaan ruangan
Memaksimalkan penggunaan peralatan
Memaksimalkan penggunaan tenaga kerja
Memaksimalkan kemudahan dalam penerimaan seluruh material dan pengiriman material
Memaksimalkan perlindungan terhadap material
Jenis Inventory

٥    Raw material (Bahan baku)

٥    Work-in-progress (Setengah Jadi)

٥    Maintenance/repair/operating supply

٥    Finished goods (Barang Jadi)

Dari beberapa jenis gudang di atas, penyimpanannya dilakukan dengan beberapa cara. Antara lain dengan masa waktu penyimpanan, yang dibedakan menjadi dua yaitu gudang temporare yang berarti material yang disimpan hanya untuk sementara, dan gudang semi permanent yaitu tempat untuk penyimpanan material yang kemudian siap untuk dilakukan pengiriman material.

1.         Penyimpanan Sementara

Suatu proses produksi yang dilakukan dengan melewati beberapa proses akan menghasilkan material setengah jadi, yaitu material yang harus menunggu dilakukan proses berikutnya. Barang setengah jadi ini yang telah diproses pada suatu proses harus disimpan dahulu untuk melaksanakan proses berikutnya. Untuk material setengah jadi proses penyimpanan dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, material tersebut disimpan dalam tempat tertentu yang agak lama untuk proses berikutnya sampai material tersebut diperlukan kembali. Kedua, menaruh barang setengah jadi tersebut dengan berada dekat mesin atau tempat kerja.

2.         Penyimpanan Semi Permanent

Penyimpanan semi permanent merupakan penyimpanan untuk material- material menunggu perintah untuk dikeluarkan. Yang termasuk dalam penyimpanan ini adalah material produk jadi, material sisa, skrap, dan barang buangan yang masih sering dibutuhkan.

Fungsi penerimaan

Untuk kelancaran proses penerimaan maka beberapa fasilitas diperlukan departemen penerimaan yaitu :

Area yang cukup untuk penempatan angkutan.
Dock door atau pintu dermaga sesuai dengan alat angkut yang keluar masuk pabrik.
Dockboard : suatu alat sebagai jembatan penghubung antara lantai dock dan lantai trailer, untuk memudahkan perpindahan material dari trailer ke dock.
Area untuk pallet atau peti kemas material produk.
Area untuk penempatan produk sebelum dilakukan pengiriman.
Suatu kantor untuk kegiatan administrasi.
Fasilitas lain : area untuk gang, jalan masuk, dan sebagainya.
Layout: Departemen Penerimaan

Area penerimaan dapat diperkirakan dengan ukuran seperti contoh (Gambar 8.3) berikut ini, dengan asumsi terdiri dari 2 dock.

Gambar Area Penerimaan

Fungsi Pengiriman

Terdapat beberapa faktor yang harus diperhitungkan dalam proses pengiriman. Pertama, kondisi material yang akan didistribusikan. Kedua, sifat fisik dari material tersebut. Ketiga,  metode penanganan / pemindahan material termasuk alat pengangkutannya. Keempat, beban kerja: jumlah pengiriman per satuan waktu, volume yang dibawa tiap kali pengiriman, jumlah dan jadwal kedatangan alat angkut. Terakhir adalah lokasi daerah pengiriman, dll.

Layout: Departemen Pengiriman

Area pengiriman meliputi area untuk pengepakan, penimbangan, pelabelan, gang tempat parkir trailer, jalan masuk dan kantor serta area istirahat untuk pengemudi trailer. Bila area pengiriman dan penerimaan satu lokasi, maka luas area yang digunakan sama ditambah area pengepakan dan aktivitas pengiriman lainnya.

Gambar Area Pengiriman

CROSS- DOCKING

Cross-docking adalah menghindari penempatan material atau barang-barang dalam gudang dengan langsung memprosesnya saat diterima. Artinya bahan dipindahkan langsung dari penerima untuk pengiriman dan tidak ditempatkan dalam penyimpanan di gudang. Dalam sebuah fasilitas manufaktur, produk diterima langsung pada lini perakitan. Pada sebuah pusat distribusi, muatan yang telah diberi label dan disusun sebelumya tiba pada dok pengiriman untuk dirute ulang sehingga menghindari aktivitas penerimaan secara formal, perhitungan stok/penyimpanan, dan pemilihan pesanan. Karena aktivitas ini tidak menambah nilai pada produk, jika dihapuskan, penghematan biayanya akan sebesar 100%. Walaupun Cross-Docking mengurangi biaya penanganan bahan, persediaan, dan fasilitas, namun hal ini memerlukan penjadwalan yang ketat dan juga identifikasi produk yang datang secara akurat dengan sistem barcode.

RANDOM STOCKING

Automatic Identification System (AIS) biasanya berbentuk barcode, mengerjakan identifikasi barang secara akurat dan cepat. Jika AIS dipadukan dengan sistem informasi manajemen yang efektif, maka manajer operasi dapat mengetahui jumlah dan lokasi setiap unit yang ada. Informasi ini dapat digunakan dengan operator manusia atau dengan ASRS untuk memuat unit di mana pun di dalam gudang-secara acak. Jumlah dan lokasi persediaan yang akurat berarti pemanfaatan fasilitas keseluruhan secara potensial karena ruang tidak perlu dipersiapkan untuk unit penjaga persediaan (stock-keeping unit-SKU) atau keluarga komponen. Sistem random stocking yang terkomputasi meliputi tugas-tugas berikut:

Membuat daftar lokasi “terbuka” atau yang tersedia.
Membuat catatan persediaan sekarang secara akurat dan juga lokasinya.
Mengurutkan barang-barang dalam urutan tertentu untuk meminimalkan waktu perjalanan yang dibutuhkan untuk “mengambil” pesanan.
Menggabungkan pesanan untuk mengurangi waktu penjemputan.
Menugaskan barang atau sekumpulan barang tertentu, seperti barang-barang yang sering digunakan pada wilayah gudang tertentu sehingga jarak tempuh total dalam gudang dapat diminimalkan.
Secara acak, sistem perhitungan persediann dapat meningkatkan pemanfaatan fasilitas dan menurunkan biaya, tenaga kerja, tetapi membutuhkan catatan yang akurat.

Customizing

Walaupun gudang diharapkan dapat menyimpan produk sekecil mungkin dan menyimpannya dalam waktu sesingkat mungkin, sekarang, permintaan yang ada adalah bagaimana gudang dapat mengustomisasikan produk. Gudang dapat menjadi tempat di mana nilai produk ditambahkan melalui kustomisasi. Kustomisasi gudang biasanya merupakan cara yang baik dalam menghasilkan keunggulan bersaing pada pasar di mana terdapat perubahan produknya terjadi sangat cepat. Sebagai contoh, gudang dapat menjadi tempat di mana komponen computer dipasang, peranti lunaknya dimuat, dan perbaikannya dilakukan. Gudang juga menyediakan label dan pengemasan yang terkostumisasi untuk pedagang eceran sehingga barang yang datang dapat langsung dipajang.

Saat ini, semakin banyak gudang yang ditempatkan bersebelahan dengan bandara besar, seperti dalam fasilitas yang dimiliki oleh terminal Federal Express di Memphis. Menambahkan nilai gudang yang bersebelahan dengan bandara besar memungkinkan dilakukannya pengiriman dalam satu malam. Sebagai contoh, jika terminal computer Anda rusak, penggantinya dapat dikirimkan kepada anda dari sebuah gudang untuk diantarkan keesokan paginya. Saat terminal lama Anda tiba kembali ke gudang, terminal itu akan diperbaiki dan dikirim kepada orang lain lagi. aktivitas penambahan nilai seperti ini pada “gudang semu” mengontribusikan strategi-strategi kustomisasi, biaya rendah, dan respons cepat.

Tata Letak dengan Posisi Tetap

Pada tata letak ini, proyek tetap berada di satu tempat, sementara para pekerja dan peralatan datang ke tempat tersebut. Contoh jenis proyek seperti ini adalah proyek pembuatan kapal, jalan laying, jembatan, rumah dan meja operasi di ruang operasi rumah sakit.

Jika tidak dikembangkan dengan baik, tata letak ini akan bertambah kerumitannya dikarenakan tiga factor. Pertama, terbatasnya tempat pada semua lokasi produksi. Kedua, setiap tahapan yang berbeda pada proses konstruksi membutuhkan bahan yang berbeda, oleh karena itu banyak hal menjadi penting sejalan dengan perkembangan proyek. Ketiga, volume bahan yang dibutuhkan bersifat dinamis sesuai perkembangan proyek.

Karena permasalahan tata letak dengan posisi tetap sulit dipecahkan di lokasi, strategi alternative yang ada adalah melengkapi proyeknya sedapat mungkin di luar lokasi atau berubah menjadi strategi yang lebih berorientasi pada produk.

Contoh penerapan tata letak dengan posisi tetap :

٥    Pelayanan jasa dengan tata letak posisi tetap adalah ruang operasi, pasien tetap diam di mejas, serta personel medis dan peralatan dibawa ke lokasi.

٥    Dalam pembuatan kapal, terdapat ruang terbatas di sebelah tata letak dengan posisi tetap yang disebut loading area platen. Ruang ini digunakan selama berbagai periode waktu bagi setiap kontraktor.

٥    Sebuah rumah yang dibangun dengan tata letak posisi tetap akan dikerjakan di tempat dengan peralatan, bahan dan pekerja yang dibawa ke lokasi untuk “rapat para pedagang” untuk menentukan ruang untuk berbagai periode waktu. Namun, foto rumah ini dibangun dalam dua modul yang bergerak dalam sebuah pabrik. Rangka tempat berpijak (scaffolding) dan alat pengangkat barang berat (hoist) membuat pekerjaan menjadi lebih mudah, cepat, mudah, dan lingkungan kerja yang berada dalam ruangan juga menambah produktivitas.

Tata Letak Berorientasi Proses

Tata letak yang berorientasi pada proses (process-oriented layout) dapat menangani beragam barang atau jasa secara bersamaan. Ini merupakan cara tradisional untuk mendukung sebuah strategi diferensiasi produk. Tata letak ini paling efisien di saat produk yang memiliki persyaratan berbeda, atau di saat penanganan pelanggan, pasien atau klien dengan kebutuhan yang berbeda. Tata letak yang berorientasi pada proses biasanya memiliki strategi volume rendah dengan variasi tinggi.

Pada tugas akhir ini hanya dibahas mengenai layout dari lokasi departemen. Dengan penataan lokasi departemen yang baik, diharapkan perusahaan mendapat keuntungan, antara lain :

Biaya penanganan bahan baku menjadi minimal.
Penggunaan ruangan yang efisien.
Mencegah terjadinya kemacetan aliran bahan.
Penggunaan tenaga kerja yang efisien.
Mengurangi waktu yang diperlukan dalam proses pabrikasi atau untuk melayani konsumen.
Dalam perancangan tata-letak berorientasi proses, taktik yang paling umum adalah mendekatkan departemen-departemen yang mempunyai interaksi tinggi sehingga meminimumkan biaya penanganan material. Untuk menghitung biaya aliran material dari satu departemen ke departemen lainnya, dapat digunakan rumus matematika berikut ini :

Dengan

n= jumlah total pusat kerja atau departemen

Z = biaya total aliran material

Cij = biaya memindah satu material dari departemen i ke departemen j , dengan i ≠ j .

Fij = aliran material dari departemen i ke departemen j , dengan I ≠ j .

Dij = jarak departemen i ke departemen j ,dengan i ≠ j .

i, j = departemen-departemen individual atau nomor departemen.

Perhitungan biaya aliran material dengan menggunakan rumus di atas dapat dilakukan dengan perhitungan manual, tetapi jika jumlah departemen yang harus ditangani banyak maka perhitungan tersebut akan terasa menjemukan dan membuangbuang waktu dan tenaga. Pada masa sekarang banyak aplikasi komputer yang dibuat khusus untuk menangani masalah tata-letak departemen seperti CRAFT (Computerized Relative Alocation of Facilities Technique), PREP (Plant Relayout And Evaluation Package), ALDEP (Automated layout Design Program), CORELAP (Computerized Relationship Layout Planning), dan masih banyak lagi. Aplikasi komputer yang akan digunakan sebagai referensi dalam pembuatan tugas akhir ini adalah aplikasi CRAFT.

Kelebihan dan Kelemahan Tata Letak Berorientasi Pada Proses

Kelebihan utama dari tata letak ini adalah adanya fleksibilitas peralatan dan penugasan tenaga kerja. Sebagai contoh, jika terjadi kerusakan pada satu mesin, proses produksi secara keseluruhan tidak perlu berhenti; pekerjaan dapat dialihkan pada mesin lain dalam departemen yang sama. Tata letak ini juga sangat baik untuk menangani produksi komponen dalam batch yang kecil, atau disebut job lot, dan untuk memproduksi beragam komponen dalam ukuran dan bentuk yang berbeda.

Kelemahan tata letak ini terletak pada peralatan yang biasanya memiliki kegunaan umum. Pesanan akan menghabiskan waktu lebih lama untuk berpindah dalam sistem karena penjadwalan yang sulit, penyetelan mesin yang berubah, dan penanganan bahan yang unik. Sebagai tambahan, peralatan yang memiliki kegunaan umum, membutuhkan tenaga kerja yang terampil, dan persediaan barang setengah jadi menjadi lebih tinggi karena adanya pelatihan dan pengalaman yang dibutuhkan, dan jumlah barang setengah jadi yang tinggi membutuhkan modal yang lebih banyak.

Tata Letak Ruang Gawat Darurat yang menunjukkan Rute dari 2 Pasien

Tata letak Sel Kerja

Pengaturan sel kerja digunakan di saat volume memerlukan pengaturan khusus mesin dan peralatan. Dalam lingkungan manufaktur, teknologi kelompok mengidentifikasi produk yang memiliki karakteristik sama dan kemungkinkan tidak hanya batch tertentu (sebagai contoh, beberapa unit dari produk yang sama) tetapi juga sekumpulan batch, untuk diproses dalam sel kerja tertentu. SeI kerja dapat dilihat sebagai sebuah kasus khusus dan tata letak yang berorientasi pada proses. Walaupun ide sel kerja pertama kali diperkenalkan oleh R. E. Flanders pada tahun 1925, hanya dengan meningkatnya penggunaan teknologi kelompok maka teknik tersebut semakin teruji.

Ide sel kerja (work cell) adalah untuk mengatur ulang orang dan mesin yang biasanya tersebar pada departemen proses yang beragam dan sewaktu-waktu mengatur mereka dalam sebuah kelompok kecil, sehingga mereka dapat memusatkan perhatian dalam membuat satu produk atau sekumpulan produk yang saling berkaitan. Oleh karena itu, sel kerja dibangun di sekitar produk. Sel kerja ini dikonfigurasi ulang sewaktu desain atau volume produk berubah. Keunggulan Sel kerja adalah:

Mengurangi persediaan bahan setengah jadi karena Sel kerja di-set untuk menghasilkan keseimbangan aliran dari mesin ke mesin.
Ruang yang dibutuhkan lebih sedikit karena berkurangnya persediaan bahan setengah jadi yang diperlukan di antara mesin.
Mengurangi persediaan bahan baku dan barang jadi karena adanya bahan setengah jadi yang lebih sedikit, menyebabkan adanya pergerakan bahan yang lebih cepat melalui sel kerja.
Mengurangi biaya tenaga kerja langsung karena adanya peningkatan komunikasi antar karyawan, aliran bahan yang lebih baik, dan penjadwalan yang lebih baik.
Meningkatkan partisipasi karyawan dalam organisasi dan produk karena karyawan dapat menerima tanggung jawab yang lebih dan kualitas produk yang dikaitkan secara Iangsung kepada mereka dan sel kerja mereka.
Meningkatkan penggunaan peralatan dan mesin karena adanya penjadwalan yang lebih baik dan aliran bahan yang lebih cepat.
Mengurangi modal pada mesin dan peralatan karena tingkat pemanfaatan fasilitas yang baik mengurangi jumlah mesin dan jumlah peralatan dan perangkat.
Pada contoh rumah sakit rawat jalan dengan enam departemen ini, CRAFT telah menyusun ulang tata letak awalnya (a) dengan biaya sebesar $20.100 menjadi tata letak baru dengan biaya sebesar $14.390 (b). CRAFT melakukan ini dengan pengujian departemen secara berpasangan dan sistematis untuk melihat apakah memindahkan mereka menjadi saling berdekatan satu sama lain akan menurunkan biaya total.

SYARAT SEL KERJA

Persyaratan produksi selular meliputi:

Identifikasi produk, sering kali dengan menggunakan kode teknologi kelompok atau yang sejenisnya.
Tingkat pelatihan dan fleksibilitas karyawan yang tinggi.
Sel kerja dibangun pertama kali oleh dukungan staf, atau karyawan yang fleksibel dan imajinatif.
Pengujian (poka-yoke) terdapat pada setiap stasiun dalam sel.
Sel kerja setidaknya memiliki lima keuntungan dibandingkan dengan fasilitas lini perakitan dan proses : Pertama, karena tugas- tugas dapat dikelompokan maka pengujian dapat dilakukan segera. Kedua, pekerja yang diperlukan lebih sedikit. Ketiga, para pekerja dapat menjangkau wilayah kerja secara lebih luas. Keempat, wilayah kerja dapat diseimbangkan secara Iebih efisien. Kelima, komunikasi ditingkatkan.

Sekitar 40% dari pabrik di Amerika Serikat yang memiliki karyawan kurang dari 100 orang menggunakan jenis sistem selular, di mana 74% dan pabrik-pabrik besar yang disurvei telah mengadopsi metode produksi selular. Sebagai contoh, Bayside Controls di Queens, New York. Selama sepuluh tahun terakhir telah meningkatkan penjualannya dari $300.000 menjadi $11 juta per tahun. Sebagian besar keuntungan ini dikaitkan dengan peralihan perusahaan ini menjadi manufaktur selular. Sebagaimana yang terlihat dalam kotak Penerapan MO, Rowe Furnitur tadi memperoleh kesuksesan yang serupa dengan sel kerja.

Mengisi dan Menyeimbangkan Sel Kerja

Jika sel kerja telah memiliki peralatan yang diperlukan dalam urutan yang benar, tugas kita selanjutnya adalah mengisinya dengan staf dan menyeimbangkannya. Produksi yang efisien dalam sel kerja membutuhkan pengisian staf yang tepat. Hal ini melibatkan dua langkah.

Menentukan waktu takt yaitu laju produksi barang yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan pelanggan.
Menentukan jumlah operator yang dibutuhkan. Artinya kita bagi waktu operasi total dalam sel kerja dengan waktu takt.

Tata Letak Berorientasi Produk

Tata letak yang berorientasi pada produk disusun di sekeliling produk atau keluarga produk yang sama yang memiliki volume tinggi dan bervariasi rendah. Produksi yang berulang dan kontinu, menggunakan tata letak produk. Asumsi yang digunakan adalah:

Volume yang ada mencukupi untuk utilisasi peralatan yang tinggi.
Permintaan produk cukup stabil untuk memberikan kepastian akan penanaman modal yang besar untuk peralatan khusus.
Produk distandarisasi atau mendekati sebuah fase dalam siklus hidupnya, yang memberikan penilaian adanya penanaman modal pada peralatan khusus.
Pasokan bahan baku dan komponen mencukupi dan mempunyai kualitas yang seragam (cukup terstandarisasi) untuk memastikan bahwa mereka dapat dikerjakan dengan peralatan khusus tersebut.
Terdapat dua jenis tata letak yang berorientasi pada produk, yaitu lini pabrikasi dan perakitan. Lini pabrikasi (fabrication line) membuat komponen seperti ban mobil dan komponen logam sebuah kulkas pada beberapa mesin. Lini perakitan (assembly line) meletakan komponen yang dipabrikasi secara bersamaan pada sekumpulan stasiun kerja. Kedua lini ini merupakan proses yang berulang, dan dalam kedua kasus, lini ini harus “seimbang”, yaitu waktu yang dihabiskan untuk mengerjakan suatu pekerjaan harus sama atau seimbang dengan waktu yang dihabiskan untuk mengerjakan pekerjaan pada mesin berikutnya pada lini pabrikasi, sebagaimana waktu yang dihabiskan pada satu stasiun kerja oleh seoarang pekerja di lini perakitan harus “seimbang” dengan waktu yang dihabiskan pada stasiun kerja berikutnya yang dikerjakan oleh pekerja berikutnya.

Keuntungan utama dari tata letak yang berorientasi pada produk adalah:

Rendahnya biaya variabel per unit yang biasanya dikaitkan dengan produk yang terstandarisasi dan bervolume tinggi.
Biaya penanganan bahan yang rendah.
Mengurangi persediaan barang setengah jadi.
Proses pelatihan dan pengawasan yang lebih mudah.
Hasil keluaran produksi yang lebih cepat.
Kelemahan tata letak yang berorientasi pada produk adalah:

Dibutuhkan volume yang tinggi, karena modal yang diperlukan untuk menjalankan proses cukup besar.
Adanya pekerjaan yang harus berhenti pada setiap titik mengakibatkan seluruh operasi pada lini yang sama juga terganggu.
Fleksibilitas yang ada kurang saat menangani beragam produk atau tingkat produksi yang berbeda.
Karena permasalahan lini pabrikasi dan lini perakitan serupa, pembahasan kali ini ditujukan pada lini perakitan. Pada sebuah lini perakitan, biasanya sebuah produk berjalan melalui wahana yang otomatis, seperti sebuah ban berjalan, melalui serangkaian stasiun kerja hingga selesai. Ini merupakan cara mobil dirakit, televisi dan pemanggang kue dibuat, dan roti lapis pada restoran cepat saji dibuat. Tata letak yang berorientasi pada produk menggunakan peralatan yang lebih otomatis dan didesain secara khusus dari pada tata letak yang berorientasi pada proses.

Penyeimbangan lini perakitan

Lini perakitan biasanya dilaksanakan untuk meminimalkan ketidakseimbangan antara mesin atau karyawan dan memenuhi output yang dibutuhkan dari lini perakitan. Untuk dapat memproduksi pada tingkat tertentu, pihak manajemen harus mengetahui perkakas, peralalatan, dan metode kerja yang digunakan. Kemudian persyaratan waktu untuk setiap tugas perakitan (seperti membuat lubang, mengencangkan baut, atau mengecat komponen dengan cara menyemprot) harus ditentukan. Manajemen juga harus mengetahui hubungan prioritas antar – aktivitas – yaitu, urutan beragam tugas yang harus dikerjakan.

Diagram preseden

Pemahaman :  Diagram tersebut membantu menstruktur lini perakitan dan stasiun kerja, serta membuat kita semakin mudah memvisualisasikan langkah – langkah tugasnya.

Seimbangkan lini perakitan dengan memberikan tugas perakitan tertentu pada setiap stasiun kerja. Keseimbangan yang efisien dapat melengkapi perakitan yang dibutuhkan, mengikuti urutan yang telah ditentukan, dan menjaga supaya waktu kosong pada setiap stasiun kerja tetap minimal. Berikut prosedur formal untuk mengerjakan hal ini.
a)      Mengidentifikasi daftar tugas utama.

b)      Menghilangkan tugas – tugas yang telah diberikan pada stasiun kerja tertentu.

c)      Menghilangkan tugas – tugas yang memiliki hubungan preseden yang tidak dapat dipenuhi.

d)      Menghilangkan tugas – tugas yang tidak cukup waktunya untuk dilaksanakan pada stasiun kerja.

e)      Menggunakan salah satu “Heuristik” penyeimbang lini yang dijelaskan pada tabel B. Terdapat lima pilihan :

Waktu pengerjaan terpanjang
Tugas yang paling sering diikuti
Bobot posisi berperingkat
Waktu tugas terpendek
Jumlah tugas lanjutan yang paling sedikit
Beberapa cara ini dapat dicoba untuk melihat heuristik yang menghasilkan solusi terbaik yaitu jumlah stasiun kerja yang paling sedikit dengan efisiensi yang tertinggi. Akan tetapi, walaupun heuristik dapat memberikan solusi, tidak dijamin bahwa solusi yang dihasilkan ini paling optimal.

Sabtu, 12 Juli 2014

SEBAIT KISAH DI NEGERI PALESTINE

MIMPI DI GAZA

OLEH : HANAF ABDU

Deru membahana
Bukan suara petasan
Bukan juga meriam bambu
Yang sering terdengar dikotaku
Bukan pukulan pentongan
Bukan teriakan sahur
Desir menyayat, memanggil kematian
Diudara berkelebat, 300 rudal meluncur maha cepat
Pekikan Asma Allah menggema
Memohon pertolongan pada Rabb
Hanya kekuasaan Nya
Hanya ma’unah dari Nya
Zikir dan tahmiz jadi penangkal
Berlomba keluar dari mulut mungil
Yang tak gentar menentang maut
Sebuah pesawat tempur jet F 16 terbang rendah
Terus melesat, menggempur hebat
Menghujam, lalu menghantam
Roboh, tersungkur bersama puing-puing
Tulang berserak, tubuh menghitam
Darah mengucur
Mulut masih lantang memanggil
Allahu Akbar, Allahu - Samad
Kami milik Mu ya Khaliq
Lalu tubuh tersungkur, tangan menggelepar
Menggapai-gapai diantara puing
Menanti ajal sampai di batas akhir
Dalam gumam lirih masih terserak
Keagungan sang pemilik hidup
Dalam batas ketidak sadaran
Sebutir batu tergenggam
Terlempar maha cepat
Melesat, memenuhi segenap jagat
Menghantam rudal-rudal di udara
Musnah tanpa bekas
Lalu bumi terang benderang
Diterangi warna kemilau, keindahan yang tiada bandingan
Hingga tidak ingin sedetik mata tepejam
Ingin selamanya dalam keindahan yang abadi

Minggu, 15 Juni 2014

Islam dan Barat: Benturan Budaya Yang Tak Kunjung Usai

Islam dan Barat: Benturan Budaya Yang Tak Kunjung Usai

Oleh: Abdul Hadi W. M.

Islam dan Barat, atau Barat dan Islam, adalah kisah benturan peradaban yang langgeng dan tak kunjung usai. Selama hampir 1300 tahun orang-orang Eropa memandang Islam sebagai ancaman erbesar bagi peradaban dan kebudayaan mereka. Penyebab awalnya berkaitan dengan persoalan sistem kepercayaan yang berbeda, baru kemudian dikaitkan dengan masalah ekonomi, politik dan kebudayaan. Karenanya sejak itu pula mereka menyusun berbagai siasat dan strategi untuk menghancurkan dan memporak-porandakan kebudayaan serta peradaban Islam. Untuk memahami akar dari prasangka dan anggapan Barat bahwa Islam merupakan ancaman terbesar bagi peradaban dan kebudayaan mereka, kita perlu melihat sejarah di belakang kita – tepatnya ketika agama Islam muncul sebagai agama baru pada abad ke-7 M.
Ketika agama Islam muncul dan berkembang dengan pesatnya, kekaisaran Byzantium baru saja mengalahkan kemaharajaan Persia di Hilal Subur, Iraq, tidak jauh dari perbatasan Semenanjung Arab yang telah dikuasai kaum Muslimin. Selama hampir sepuluh abad dua adikuasa ini terlibat dalam peperangan memperebutkan wilayah-wilayah yang strategis khususnya di Timur Tengah dan Afrika Utara. Pada abad ke-7 M itu pula agama Kristen telah mapan dan mantap sebagai agama resmi kekaisaran Byzantium. Doktrin trinitas telah disahkan sebagai satu-satunya aqidah Kristen yang diakui. Madzab-madzab Nasrani lain yang tidak mengakui trinitas dan ketuhanan Yesus seperti aliran Nasaritah (Nestoria), Yaakibah (Yacobian), Koptik dan lain-lain dianggap sebagai aliran sesat. Sejalan dengan itu, Injil Barnabas juga tidak diakui karena mengandung ajaran yang cenderung menolak ketuhanan Yesus.
Tetapi tidak lama setelah Byzantium memperoleh kemenangan atas Persia, pasukan kaum Muslimin menyapu bersih kemarahajaan Persia dan wilayah-wilayah yang dikuasai Byzantium misalnya Syam, Pelestina, Mesir, Iraq dan Yaman Wilayah-wilayah ini sangat strategis karena merupakan gerbang masuk ke daratan Asia dan laluan perdagangan internasional yang menghubungkan Asia dengan Eropa dan Afrika. Anggapan bahwa Islam merupakan ancaman besar benar-benar menjadi kenyataan dan bukan merupakan isapan jempol.
Telah dikatakan bahwa anggapan orang Eropa Kristen terhadap Islam sebagai ancaman besar berakar dalam perbedaan yang menyolok antara aqidah dan doktron Kristen dengan aqidah dan doktrin Islam. Lahirnya agama Islam dan pesatnya perkembangan agama ini dalam waktu yang relatif singkat, menumbuhkan perasaan benci yang amat mendalam. Betapa tidak. Doktrin trinitas yang mereka agungkan digugat habis-habisan oleh ajaran tauhid Islam. Yesus Kristus yang mereka yakini sebagai putra Tuhan, dianggap hanya sebagai nabi seperti halnya nabi-nabi lain sebelum Isa. Islam juga menolak anggapan bahwa yang mati di palang salib adalah Yesus Kristus untuk menebus dosa umat manusia. Bagi Islam yang mati di palang salib adalah orang lain yang rupanya mirip Nabi Isa a.s. Nabi Isa sendiri raib entah kemana berkat pertolongan Tuhan.
Orang Islam juga yakin bahwa Injil yang berada di tangan orang Nasrani dan diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, bukanlah kitab Injil yang pernah diwahyukan kepada Nabi Isa dalam bahasa Suryani (Syria Kuno). Memang, seperti halnya orang Kristen, orang Islam percaya pada hari kebangkitan serta sorga dan neraka. Namun tentang pahala yang diperoleh orang beriman di sorga, terdapat perbedaan yang menggelisahkan bagi orang Kristen. Orang Islam percaya bahwa penghuni sorga akan hidup bahagia bersama pasangan mereka yang cantik atau tampan. Orang Kristen beranggapan bahwa orang Islam patuh menjalankan syariat agama karena mempunyai pamrih sensual dan seksual. Agama Kristen melarang penganutnya berpoligami, agama Islam membenarkan poligami. Ini menjadi sasaran kecaman orang Barat terhadap Islam berikutnya.
Persoalan-persoalan tersebut ditambah lagi dengan kenyataan bahwa akhir abad ke-8 M, setelah berhasil menguasai Andalusia dan semenanjung Iberia (Spanyol dan Portugal sekarang), pasukan kaum Muslimin berhasil menerobos wilayah Perancis, salah satu jantung utama peradaban Kristen pada masa itu. Pada abad ke-16 dan 17 M, peristiwa serupa terulang lagi. Pasukan Turki Usmani memporak-porandakan Eropa yang selama satu milenium membangun peradaban dan kebudayaan dengan tenang, tanpa gangguan yang berarti dari luar benua itu. Bahkan pada abad ke-18 dan 19 M, ketika kekuasaan kolonial Eropa (Spanyol, Portugis, Inggris, Belanda dan Perancis) telah mencengkram banyak negeri dunia termasuk wilayah kaum Muslimin yang luas, sekali lagi pasukan Turki Usmani yang perkasa menusuk jantung Eropa dan memporak-porandakan kota-kota mereka. Mereka hampir saja menguasai Hongaria dan Austria, pintu masuk utama ke Eropa Barat dan Skandinavia. Kenyataan ini semakin memperkuat anggapan Barat bahwa Islam adalah agama pedang yang disebarkan melalui peperangan dan tindakan kekerasan, dan karenanya merupakan ancaman besar bagi peradaban Eropa. Untuk membendungnya merupakan kewajiban bangsa Eropa, sebab kalau dibiarkan tatanan dunia akan porak poranda disebabkan hadirnya agama yang lahir di padang pasir Arabia yang tandus itu.
Namun Barat lupa bahwa lebih sepuluh abad sejak tahun 600 SM hingga abad ke-7 M saat lahirnya agama Islam, tidak henti-hentinnya kemaharajaan Romawi dan Makedonia menggobrak-abrik wilayah yang dihuni orang-orang Semit dan Persia, yang nantinya akan berbondong-bondong memeluk agama Islam. Mereka lupa bahwa kerajaan-kerajaan nenek moyang bangsa Arab seperti Hira, Petra, Himyar, Palestina dan lain-lain telah berulang kali diserbu dan menjadi ajang rebutan kekaisaran Romawi dan Persia. Selama beberapa abad pula orang Arab hidup di bawah penjajahan bangsa Romawi. Orang Arab baru memperoleh kesempatan merebut kembali wilayah nenek moyang mereka setelah datangnya agama Islam. Itulah sebabnya, bagi bangsa Arab agama Islam dipandang sebagai agama yang membebaskan dan menyelamatkan, serrta dapat mempersatukan mereka. Jadi pandangan mereka sangat berbeda dari pandangan orang Eropa yang menetapkan Islam sebagai sumber bencana dan malapetaka.
Perang Salib yang berlangsung selama hampir dua abad (1096-1270 M) dalam enam gelombang, menambah parah kebencian orang Eropa terhadap Islam, dan sebaliknya orang Islam terhadap Eropa Kristen. Orang Eropa jengkel karena tidak memperoleh kemenangan yang diharapkan dari peperangan yang lama itu dan tidak pula berhasil merebut Yerusalem tempat salib suci disimpan. Ketika itu kekuasaan Bani Saljug di wilayah Iraq, Iran dan sebagian Asia Tengah sedang mencapai puncaknya. Pada akhir abad ke-11 M Armenia, yang merupakan wilayah paling timur dari kekaisaran Byzantium ditaklukkan oleh pasukan Saljug. Perang dahsyat berkobar pada tahu 1071 di Manzicert, dekat perbatasan Armenia dan Anatolia. Tentara Byzantium mengalami kekalahan telak. Hasrat Byzantium untuk membalas kekalahannya itu berubah menjadi perang agama.
Dalam Encyclopaedia of World History (1956:255) William K. Langer menggambarkan sebab-sebab timbulnya Perang Salib I (1906-1099). Menurut Langer perang ini bermula dari permintaan bantuan pasukan dari kaisar Byzantium kepada Paus Gregorius VII. Setelah bala bantuan datang dari berbagai negara Eropa, berupa 300.000 tentara reguler, Paus Gregorius VII mengubah bantuan militer menjadi Perang Suci (Perang Salib) melawan tentara Islam yang dianggapnya kafir. Hasrat Byzantium untuk berperang ditambah lagi dengan berita-berita buruk yang disebarkan para peziarah Kristen yang berkunjung ke Yerusalem. Setelah mereka kembali ke kampung halamannya, mereka menebar issue bahwa orang Kristen di Yerusalem dan Palestina banyak yang dianiaya dan disiksa, serta wanita-wanita mereka diperkosa oleh tentara Saljug. Ini menimbulkan amarah kasir Byzantium di Kontantinopel. Berita pun segera tersebar ke seluruh daratan Eropa.
Ketika itu sedang terjadi pula pergolakan internal dalam tubuh gereja Katholik. Gereja Romawi dan Gereja Yunani Ortodoks saling bersaing merebut kepemimpinan umat Kristen. Paus Gregorius VII berkeinginan menjadikan Perang Salib itu sebagai upaya menyatukan Dunia Kristen. Pada saat Perang Salib sedang digodog, Paus Gregorius VII diganti oleh Paus Victor II dan Victor II diganti pula oleh Paus Urbanus II (1088-1099). Ketika Paus Urbanus II dinobatkan muncul pula Paus tandingan berkedudukan di Auvergne, Perancis, yaitu Paus Clement III (1084-1100). Kaisar Alexius dari Byzantium selain meminta bantuan Paus di Roma, juga menghimbau seluruh umat Nasrani di Eropa untuk membantu rencana perangnya. Dalam imbauannya Kaisar Byzantium memnjanjikan bahwa barang siapa berani bergabung dengan tentara salib, sebagai balas jasanya akan dilimpahi kekayaan dan memperoleh wanita-wanita Yunani yang cantik jelita.
Perang Salib tambah berkobar disebabkan khotbah keliling yang dilakukan seorang rahib bernama Peter the Hermit. Menurut sang rahib barang siapa yang ikut berperang membela kehormata agama Kristen akan mendapat pengampunan dosa, walaupun dahulunya ia seorang penyamun dan penjahat. Demikianlah tentara Salib berangkat ke medan perang pada bulan Agustus 1095 dan pada permulaan tahun 1096 perang pun berkobar. Meskipun tentara Salib mengalami kekalahan di Anatolia dan Armenia, mereka berhasil menguasai Yerusalem selama beberapa tahun.
Fakta-fakta yang telah dikemukakan cukup memberi gambaran bahwa sejak awal orang Eropa atau Barat memerlihatkan sikap bermusuhan terhadap Islam, baik Islam sebagai agama ataupun Islam sebagai kesatuan masyarakat yang memiliki kebudayaan dan peradaban berbeda dari mereka. Selama beberapa abad kekaisaran Byzantium di Konstantinopel berhasil membangun tembok tinggi yang memisahkan secara tegas antara dunia Islam di Timur dan dunia Kristen di Barat. Kesalahpahaman Eropa terhadap Islam adalah buah yaang dihasilkan oleh pembangunan tembok pemisah antara dua peradaban ini. Sumber-sumber Byzantium yang memandang Islam sangat buruk dalam semua aspek dari ajaran agamanya dijadikan kacamata Barat dalam memandang dan menyikapi Islam.
Dikatakan misalnya bahwa agama Islam tidak lebih dari aliran sesat dan bentuk kermutadan yang timbul dari agama Kristen. Dengan kata lain, Islam adalah ajaran Kristen yang menyimpang. Muhammad adalah nabi palsu, yang memperoleh pengetahuan agama dari seorang pendeta Kristen bernama Bahira. Kitab suci al-Qur`an pula dianggap sebagai kitab yang dibawa di atas tanduk lembu putih. Lebih jauh dikatakan bahwa Nabi Muhammad adalah tukang sihir yang berhasil meyakinkan orang banyak bahwa dia memperoleh wahyu dari Tuhan setelah melakukan ritual yang menjijikkan, yaitu melakukan hubungan seksual dengan banyak wanita di luar nikah.
Namun demikian pada abad ke-12, seusai Perang Salib I, keinginan mengetahui ajaran Islam secara lebih benar mulai muncul di kalangan terpelajar Eropa. Al-Qur’an mulai diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, begitu pula karya-karya penulis Muslim Arab dan Persia. Terjemahan al-Qur’an pertama dalam bahasa Latin ditulis oleh seorang sarjana Inggris Robert dri Ketton pada tahun 1143 M. Kemudian pada abad ke-13 dan 14 M , upaya memahami ajaran Islam ditumpukan pada dua hal; Pertama, mencari kemiripan ajaran al-Qur’an dengan Bibel; kedua, menyusun alasan-alasan logis untuk mengecam Nabi Muhammad saw sebagai nabi palsu. Mereka berpendapat bahwa seseorang yang tidak memiliki mukjizat seperti Isa Almasih tidak layak mengaku diri sebagai Nabi dan Rasul Tuhan. Dua hal inilah yang menjadi target utama serangan pemuka agama Kristen terhadap kaum Muslimin dan agama Islam.
Menurut mereka orang Islam terdorong melakukan jihad karena dua hal. Pertama, ingin membetulkan ajaran Kristen yang salah dan menyimpang dari tradisi monotheisme Ibrahim dan memperoleh pengakuan terhadap kenabian Muhammad. Mereka lupa bahwa Perang Salib, yang oleh mereka dipandang sebagai perang agama Kristen melawan kekafiran Islam, tidak dimulai oleh orang Islam. Apa yang dilakukan oleh Bani Saljug dan penguasa Byzantium sebelum Perang Salib meletus, semata-mata perang memperebutkan wilayah demi kekuasaan politik dan sumber-sumber ekonomi. Adalah penguasa-penguasa Kristen Eropa dan penguasa gereja yang pertama kali menyebut Perang Salib sebagai perang agama, perang antar budaya dan peradaban. Orang Islam tidak pernah melihat perang di Armenia itu sebagai perang agama.
Kecaman lain yang ditujukan kepada Islam ialah berkenaan dengan poligami yang dilakukan Nabi Muhammad s.a.w. Tetapi mereka bahwa Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Sulaiman dan lain-lain mempunyai istri lebih dari satu, tetapi tidak membuat mereka berkeinginan untuk mengecam nabi-nabi ini. Mereka juga lupa bahwa dalam Perjanjian Lama (Old Testatamen) Nabi Luth dilukiskan berhubungan seksual dengan putrinya sendiri, karena ketika itu penduduk Sodom dan Gomorra hampir musnah. Gambar kemurtadan Islam dapat dilihat dalam Divina Comedia (Komedi Ketuhanan) karangan Dante, pengarang Italia yang masyhur pada abad ke-13 M. Dalam bukunya itu Nabi Muhammad digambarkan sebagai penghuni neraka yang paling rendah dan mendapatkan siksaan berat karena dosa-dosanya mengajarkan aliran sesat. Ibn Sina, Ibn Rusyd, dan bahkan Sultan Saladin pahlawan Perang Salib, dilukiskan mendapat hukuman ringan dari Tuhan.
Pandangan orang Eropa pada zaman Renaissan dan Reformasi (abad ke-15 – 16 M) telah berubah, padahal mereka telah mulai memandang gereja secara kritis. Polydare Virgil, ahli sejarah abad ke-15, mengulang pandangan Kristen abad pertengahan ketika menggambarkan Nabi Muhamad. Nabi dikatakannya sebagai tukang sihir, yang mendpat pelajaran agama dari pendeta Kristen dan ajaran sesatnya disebarkan melalui kekerasan dan janji-janji tentang kenikmatan seksual di sorga yang akan diperoleh jika seseoang berjuang di jalan Tuhan. Ensiklopedi yang disusun oleh Bartolomeus d’Hesbelot, Bibliothque Orientale, memulai entrinya dengan kalimat-kalimat serupa. Bahkan Edward Gibbon (abad ke-18) yang mengagumi Nabi Muhammad dalam bukunya The Decline and Fall of Roman Empire, merasa ogah untuk membenarkan risalah ketuhanan yang disampaikan Nabi Muhammad s.a.w.
Martin Luther, pendiri Protestanisme bersama-sama dengan Calvin dan Zwingli, menyamakan kemurtadan Muhammad dengan penyimpangan yang dilakukan oleh Gereja Katholik Romawi terhadap ajaran Nabi Isa a.s. Dalam sebuah dramanya berjudul La Fanatisme, ou Mahomet le prophete, Voltaire (akhir abad ke-18 M) menggambarkan bahwa ketika Nabi Muhammad akan wafat, beliau mewasiatkan kepada para penggantinya (khalifah) agar kejahatan-kejahatan yang dilakukan beliau dirahasiakan agar tidak merusak keimanan kaum Muslimin.
Pada permulaan abad ke-18, memasuki zaman Aufklarung (Pencerahan) sebenarnya sejumlah sarjana Eropa sedang sibuk membangun dasar-dasar pemahaman yang lebih luas tentang Islam dan kebudayaan Timur. Ketika itu pamor agama Kristen mulai luntur. Tetapi prasangka-prasangka yang dibangun oleh Kristen Byzantium belum bisa dikikis dalam jiwa manusia Eropa yang mulai sekular. Bahkan walaupun sejumlah sarjana dan pemuka masyarakat bersimpati pada kebudayaan lain, termasuk kebudayaan Islam, namun pemahaman mereka tentang segala hal masih tetap terkungkung oleh Eropanisme. Khusus mengenai Islam, bertahannya prasangka lama itu antara lain disebabkan oleh ketakutan mereka terhadap ancaman tentara Usmani Turki, yang pada abad ke-18 M memang sangat kuat.
Baru pada akhir abad ke-18 orang Eropa mulai yakin bahwa mereka dapat melakukan hubungan produktif dengan dunia Islam, bahkan dapat mengalahkan dan menguasai mereka. Perubahan sikap itu terjadi karena dua hal: Pertama, pada tahun 1798 secara dramatis Perancis menaklukkan Mesir tanpa mengalami banyak kesukaran. Untuk merebut hati orang Islam, Napoleon menggunakan jargon-jargon yang diambil dari ajaran Islam. Kedua, setahun kemudian, 1799 pasukan Inggris memenangkan pertempuran di Mysore India melawan tentara Dinasti Mughal. Tidak lama kemudian pada permulaan abad ke-19 Rusia berhasil menaklukkan negeri-negeri kaum Muslimin di Kaukasus dan wilayah Asia Tengah yang lain. Belanda berhasil mengatasi perang anti-kolonial yang ditujukan kepadanya di pulau Jawa dan Sumatra, khususnya Perang Diponegoro di Jawa Tengah dan Perang Padri atau Imam Bonjol di Sumatra. Perang anti-kolonial ketiga yang paling berat dihadapi Belanda setelah Perang Diponegoro dan Padri, ialah Perang Aceh. Perang Aceh dipicu antara lain oleh seruan ‘jihad’ melawan kolonial oleh Syekh Abdul Samad al-Falimbangi.
Ketika itu sebenarnya orang Eropa telah mulai bebas dari kungkungan pandangan gereja dan agama Kristen, dan pemahaman terhadap Islam beserta kebudayaan dan peradabannya menjadi lebih mungkin. Apalagi setelah berkembangnya pemikiran humanisme Tetapi justru pada masa yang penuh peluang itulah, tumbuh dan berkembang orientalisme – suatu bangunan ilmu pengetahuan tentang dunia Timur, khsususnya Islam, yang dirancang mengikuti metode dan kepentingan Barat. Setelah orientalisme berkembang inilah kampanye misionaris menentang Islam kian menjadi-jadi. Bersama-sama penguasa kolonial mereka berusaha melucuti kekuatan umat Islam secara politik, ekonomi, militer, budaya dan intelektual.
Di Hindia Belanda tokoh utama orientalisme yang berhasil mempengaruhi kebijakan pemerintah kolonial mengenai Islam ialah Snouck Hurgronje. Setelah berakhirnya Perang Diponegoro dan Padri, kaum orientalis membuat konstruksi ilmu yang akan diajarkan di lembaga-lembaga pendidikan modern, terutama untuk kaum terpelajar Indonesia. Dalam konstruksi ilmu tersebut, Islam – kebudayaan, peradaban, sejarah dan agamanya – ditempatkan sebagai outsider dan dipandang sebagai sesuatu yang asing dalam sejarah kebudayaan bangsa Indonesia (Tauqik Abdullah 1997). Sementara itu citra Islam yang buruk terus menerus dipropagandakan ke khalayak masyarakat luas.
Salah satu buku penting yang berpengaruh dalam memberikan citra negatif tentang ialah buku Sir William Muir A Life of Muhammad, terbit di Bombay pada tahun 1851. Ketika buku ini terbit, pemerintah kolonial Inggeris sedang gencar menggalakkan missi dan zending Kristen. Yesus Kristus atau Isa Almasih diberi gambaran sebagai manusia superstar sedangkan Nabi Muhammad adalah utusan setan. Para missionaris tidak bosan-bosannya mengutip bagian dari buku William Muir ini dalam menyebarkan agama Kristen di kalangan orang-orang India yang beragama Hindu dan Islam. Dalam buku itu Nabi Muhammad disebut Mahound (roh jahat) yang menyebarkan agama melalui kekerasan dan kegiatan seksual. Bandingkan gambaran dalam buku Muir ini dengan gambaran dalam buku Salman Rushdi yang menghebohkan pada akhir 1980an The Satanic Verses.
Gambaran bahwa Islam merupakan agama kekerasan dan menghalalkan kebebasan seks, semakin kuat menghunjam benak bangsa Eropa pada abad ke-19. Akar penyebabnya ialah kenyataan bahwa pemerintah kolonial Eropa menghadapi sejumlah perlawanan sengit dari para ulama dan pemimpin tariqat sufi sebelum menaklukkan negeri Islam. Perlawanan kaum Muslimin berlangsung sengit sejak abad ke-18 hingga abad ke-20 M, khususnya di Aljazair, Lybia, Iraq, Iran, India, Afghanistan dan Indonesia. Dalam perangnya menentang kehadiran kolonialisme Eropa itu kaum Muslimin mengusung issu jihad melawan kekuasaan raja kafir. Itu tidak keliru, karena penjajahan bukan hanya menghancurkan kehidupan ekonomi dan kedaulatan politik kaum Muslimin, tetapi juga menghancurkan sendi-sendi kebudayaan dan kehidupan agama.
Pangeran Diponegoro diceritakan pernah mengatakan kepada utusan pemerintah Belanda yang menawarkan perdamaian kepadanya, “Jika orang Belanda mau memeluk agama Islam, kami tidak akan melakukan perlawanan dan akan menyambut anda dengan tangan terbuka.” Ucapan serupa pernah dikemukakan oleh Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M) dari Aceh kepada kepala perwakilan dagang VOC. Iskandar Muda menawarkan orang Belanda memeluk agama Islam dan dengan demikian akan leluasa melakukan aktivitas perdagangan di Sumatra tanpa gangguan yang berarti. Ini menunjukkan bahwa motif perlawanan terhadap kolonialisme bukan sekedar masalah politik dan ekonomi.
Dalam bukunya yang telah disebutkan William Muir mengatakan, “Pedang Muhammad dan al-Qur’an adalah musuh paling berbahaya bagi Peradaban, Kebebasan dan Kebenaran yang dijunjung tinggi oleh dunia yang beradab!” Kurang lebih seperti inilah pemahaman tentang Islam yang hidup dalam jiwa dan pikiran para pemimpin Eropa, sebelum dan sesudah Perang Dunia II, dari zaman Napoleon sampai zaman Bush dan Tonny Blayr.
Gambaran tentang Islam sebagai agama kekerasan dan menghalalkan kekebasan seks dapat dilihat dalam banyak buku karangan sarjana dan pengarang Eropa abad ke-19 M. Misalnya dalam novel Gustave Falubert, novelis Perancis abad ke-19 dan buku Erdward Lane, seorang sarjana Inggris. Gambaran dan pemahaman serupa juga dapat dilihat dalam sajak “Hari Terakhir Olanda di Tanah Jawa” karangan Multatuli, novelis Beland abad ke-19 yang masyhur karena novelnya Max Havelaar.. Dalam sajak ini Multatuli mengatasnamakan dirinya sebagai Sentot Alibasya, panglima perang tentara Diponegoro. Dikatakan misalnya bahwa, tentara Muslim Jawa tidak akan pernah puas jika hanya memperoleh kemenangan di medan perang. Mereka baru akan puas jika dapat menggauli noni-noni Belanda yang cantik dan montok setelah memenangkan pertempuran di medan perang. Pada bagian akhir sajak itu dikatakan, bahwa perang anti-kolonial tidak akan dihentikan sebelum, “Orang Jawa berlutut di depan Muhammad, dan dibebaskan bangsa yang terlembut, dari cengkraman anjing-anjing Kristen.”
Memang selama dua abad ini tidak sedikit sarjana Barat yang berusaha memberikan pemahaman yang simpatik terhadap agama Islam dan kaum Muslimin. Itu terjadi sejak Goethe hingga Esposito. Konsili Vatikan yang kedua beberapa dasawarsa yang lalu, menyerukan pula agar umat Kristiani lebih meningkatkan toleransinya kepada kaum Muslimin, karena agama yang mereka anut adalah agama monotheis seperti agama Kristen. Tetapi sejauh mana seruan itu dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah Barat yang hegemonik, tidak seorang pun tahu. Begitu pula sejauh mana pengaruh pandangan para orientalis yang simpatik terhadap Islam dapat mengubah pikiran dan jiwa orang Eropa dan Amerika yang telah keruh, tidak seorang di antara kita dapat menjawabnya.

CATATAN

- G.H. Jansen (1979) dalam bukunya Militant Islam mengatakan bahwa konfrontasi Islam dan Kristen/Barat dimulai dari bidang agama dan spiritual. Penulis Kristen selalu menggunakan argumen licik terutama berkaitan dengan pribadi Nabi Muhammad s.a.w. Kemudian gambaan ini diperbaiki sedikit. Orang Islam digambarkan sebagai pemalas, apa dia Muslim Turki, Ara, Melayu atau India. Selain pemalas orang Islam digambarkan egosentirk dan senang seks. Sebetulnya banyak hal-hal baik dari Islam mereka ketahui, tetapi sengaja ditutup-tutupi.
- Misionaris Kristen mengeluh orang Islam enggan diajak berdebat dan bedialog menyangkut kepercayaan agama mereka. Diam itu emas dan tidak mudah terpencing adalah senjata orang Islam sampai abad ke-17 M. Kegiatan misionaris semakin menonjol setelah Napoleon menaklukkan Mesir. Kegiatan missi dan zending Kristen pada abad ke-19 mempunyai hubungan erat dengan perluasan kekuasaan dari kaum penjajah. Karena mereka menjumpai perlawanan sengit dari orang Islam. Karena membiarkan dirinya menjadi alasat kekuasaan kolonial inilah orang Islam memandang mereka sebagai musuh.
- Walau missi mereka gagal pada abad ke-18 M, tetapi pada pada abad ke-19 mereka yakin berhasil. Dugaan ini melesat. Orang Islam yang telah disekulerkan seperti di Indonesia dan mendapat pendidikan Barat justru menentang kolonialisme. Ini membuat penguasa Barat semakin jengkel.
- Pada masa pemerintahan kaisar Justianus I akhir abad ke-7 M, kebebasan beragama dihapus. Pemerintah Byzantium hanya mengakui Katholik Romawi dengan doktrin trinitasnya sebagai agama resmi. Para penganut mazhad Yaakibah, Nasaritah dan lain-lain ditindas. Tetapi di beberapa wilayah kemerahajaan Byzantium seperti Mesir, Syria, Libanon dan lain-lain mereka mengadakan perlawanan. Pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Khattab (634-644 M) mereka meminta bantuan kepada kaum Muslimin untuk membebaskan tanah air mereka dari penjajahan Romawi. Permintaan itu dipenuhi oleh khalifah Umar bin Khattab. Dalam peperangannya melawan pasukan pendudukan Byzantium pasukan Muslim Arab memperoleh kemenangan, sehingga Syria, Mesir dan lain-lain menjadi bagian dari kekhalifatan Islam.
- 2 Tepatnya Ninive. Dikemukakan dalam al-Qur’an surah al-Rum. Karena wilayah kerajaan Hira termasuk wilayah Arab, khalifah Abu Bakar memerintahkan tentaranya mengambil kembali wilayah ini pada tahun 633 M. Pada tahun 590 M wilayah ini direbut oleh penguasa Bani Ghazzan yang memerintah di wilayah Palestina dan Yordania. Kerajaan Ghazzan adalah negara vasal dari kekaisaran Byzantium. Akibat penaklukkan itu orang-orang Arab mengungsi ke selatan, ke jazirah Arab, khususnya Madina. Tidak lama kemudian Hira direbut kembali oleh kemaharajaan Persia. Byzantium kembali menyerang wilayah ini dan dalam pertempuran sengit yang terjadi di Ninive pada tahun 614 M Byzantium dapat menaklukkan tentara Persia. Raja Hira berhasil membebaskan diri. Pada tahun 631 khalifah Abu Bakar mengirim misi dagang dan dakwah ke Hira, tetaopi rombongan misi dari Madinah itu dibantai habis oleh raja Ghazzan. Itulah alasan penyerbuan ke Hira.
- Kendati demikian mereka memperoleh keuntungan lain yang kelak menjadi sumber kemajuan peradaban Eropa. Naskah-naskah dan buku-buku pengetahuan berhasil diboyong ke Eropa oleh pasukan Salib setelah dirampas dari perpustakaan-perpustakaan orang Islam. Buku-buku itu dikaji dan diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, dipelejari dengan giat. Ini melahirkan Renaissance di Eropa pada abad ke-15 M.